Rabu, 09 November 2011

Surat Untuk Narapidana


Sipir itu telah bekerja di penjara sejak 12 tahun lalu. Keluar masuknya narapidana, menjadikan dirinya kenal dengan banyak orang. Ada yang bertindak kriminal karena terpaksa, adapula yang sebenarnya tak bersalah.

Ia kadang mendapati para napi yang sedang melamun saat apel rutin, hanya bisa menatap langit karena tak ada pandangan lagi disekelilingya selain pengamanan ketat. Banyak diantara mereka bangun pagi dengan muka tersenyum bahkan berlaku baik dengan para sesama napi. Mereka rajin untuk membuat prakarya hingga membaca buku.

Tiap giliran piket jaga, sipir itu tiap malam mengisi waktu untuk menulis surat. Lembaran diketik sambil melihat berkas dan daftar para napi, khususnya tanggal kelahiran. Kepala sipir merasa senang dengan peringai dan sikap tahanan yang dianggapnya bisa kembali di tengah masyarakat untuk melanjutkan hidup baru.

"Baru kali ini saya mendapatkan surat ucapan ulang tahun dengan kata-kata yang menggugah."

"Seminggu lalu saya juga mendapatkan itu saat ulang tahun, bahkan keluarga saya tidak ada yang mengucapkan selamat sedalam ini," timpal napi yang lain. Mereka tak pernah tahu, sipir itu diam-diam menyelipkan surat di bilik sel jika ada yang ulang tahun.

Sipir yang juga sebagai eksekutor itu memasuki ruangannya setelah mengeksekusi tembak mati seorang napi. Dia kembali melanjutkan menuliskan surat untuk para ribuan tahanan yang tiap harinya berulang tahun.




Sabtu, 05 November 2011

Bangun Siang


Kantor itu sepi, padahal pagi biasanya sudah terdengar lalu lalang pekerja. Pukul 07.00 terlewati hingga 10.00.
Sementara para bos-bos perusahaan datang terasa lebih awal, lantaran tak menemui karyawannya. Mereka marah besar, namun tak ada yang mendengarkan. Pasalnya, tak ada karyawan yang datang.

Sang bos juga mendapati perusahaan lain mengalami hal serupa. Diruangannya itu menelpon sekretaris, direksi pun tak ada yang mengangkat. Secara serentak, para karyawan mulai berdatangan menjelang pukul 12.00. Mereka semua mendapatkan kemarahan dari sang bos dan dihukum tak menerima gaji selama seminggu.

"Kami tak digaji, juga tidak rugi. Istirahat di rumah tak ternilai dengan gaji sebulan," ujar salah satu pekerja kepada sang bos.

Ia pun dipecat seketika itu juga. Keesokan harinya, tak ada karyawan sama sekali yang datang. Selang seminggu keadaan pun masih demikian. Sang bos membuka lowongan dengan gaji menggiurkan, tapi tak satupun ada yang melamar.