Sabtu, 24 Desember 2011

Kado dari Santa Klaus


Ia tak bisa kembali ke negara asalnya untuk merayakan natal, lantaran ia kehabisan tiket pesawat untuk pulang. Padahal sudah jauh-jauh hari telah merencanakan untuk menemui keluarganya.

Dinginnya salju di dalam flat nya yang kecil, ia hanya bisa menatap foto keluarganya berharap bisa membawa kabar baik bahwa dirinya membawa calon istri. Namun, hingga kini ia masih terus melajang dan sibuk dengan pekerjaannya.

Malam natal, ia hanya bisa tercenung di perapian sambil mendengarkan musik. Iseng dia menggantungkan kaus kaki di beranda perapian sebagai hiasan, untuk mendapatkan hadiah dari Santa Klaus yang telah menjadi tradisi turun temurun oleh keluarganya. 

Akibat kelelahan karena kesepian, ia terlelap tidur di sofa depan perapian.

"Brukk…" Jejaka itu terbangun akibat suara seperti benda jatuh. Dengan setengah sadar, ia berusaha memastikan penglihatannya. Matanya terbelalak pada perempuan lucu berambut panjang yang menyeka rambut seraya membersihkan tubuhnya dari abu perapian.

Kamis, 08 Desember 2011

Sang Pembawa Bencana


Tiap kali berada di kerumunan orang, selalu terjadi hal buruk. Akibatnya ia terkucilkan, sebab desas-desus sebagai pembawa bencana itu muncul sejak beberapa kali kejadian. Entah ada yang tertabrak, pohon tumbang hingga keracunan makanan.

Remaja berumur 15 tahun itu juga tak mengetahui penyebabnya hingga membuat nasib sial bagi orang yang didekatnya. Namun bagi keluarganya, ia membawa keberuntungan.

Tak sengaja bertemu dengan seorang wartawan yang seharian belum mendapatkan berita. Obrolan terjadi dan memberitahukan untuk berhenti bicara dengannya. "Ha, pembawa bencana? Kamu ada-ada saja. Kalau tidak ada teman, aku ajak jalan-jalan," ujar si wartawan sambil menyiapkan motornya untuk membuktikan omongannya.

Beberapa menit saat dibonceng, terjadi tanah longsor yang memakan korban, jaraknya hanya beberapa meter darinya. Seketika itu juga ia mengambil kamera dan menghubungi wartawan lain. Hari berikutnya, ia diajak mengitari kota oleh gerombolan wartawan. Stok berita kejadian tercukupi, mereka pun senang.

Sang remaja lupa memberitahu jika sengaja mengajaknya untuk menciptakan kejadian, kerabat keluarga sang wartawan akan celaka satu persatu, persis seperti yang telah terjadi sesuai pada berita yang ditulisnya.




Jumat, 02 Desember 2011

Putusnya Syaraf Tertawa


Sebelumnya dia adalah komedian yang terkenal, sering tampil di televisi, punya banyak penggemar dan juga pembenci. Sebelum terkenal, orangnya yang sopan dan santun mendadak menjadi sombong dan pongah. Awalnya hanya di belakang kamera, namun karena kebiasaan, kesombongannya ia tampakkan di depan kamera juga. Pun di muka umum, ia semakin tak peduli dan makin sombong.

Satu persatu orang-orang terdekatnya menjauh, penggemarnya mulai pergi. Show-nya yang dulu ramai sekarang mulai sepi. Orang-orang yang tadinya tertawa sekarang jadi terpukau akan kepongahannya. Kini dia tak lucu lagi, bahkan cenderung tempramen. Frustrasi akan keadaan, ia salahkan penonton tiap kali show. Ia bilang "syaraf tertawa kalian sudah putus!"

Ternyata bukan syaraf penonton yang "putus", tetapi ada bekas luka jahitan di belakang kepalanya. Letak dari syaraf tertawanya yang diam-diam diputus sang manajer, yang mendadak tenar akibat penampilannya di acara komedi TV.