Jumat, 26 Oktober 2012

Menikahi Cermin

Sebuah cermin yang cukup tua usianya tergantung di dinding rumah. Penghuni baru merasa beruntung dengan keberadaan benda berbentuk bulat itu. Antik, jarang ia temui sejauh melihat cermin yang ada.

Tidak ada bingkai atau ukiran, sebuah cermin lonjong sepanjang 1 meter. Setelah dibersihkan dari debu, wujudnya seperti baru. Ia pindahkan posisi di ruang tamu. Hanya itu yang tersisa di rumah yang telah lama tidak ditinggali. Untuk sebuah tempat tinggal, terlampau bersih yang membuatnya memilih rumah yang dekat dengan jalan raya, dikelilingi gedung perkantoran. 


Suatu ketika ia memandang cermin. Melihat dirinya ia sesekali merasa dirinya yang tampan, memiliki jabatan karier yang tinggi dan keberuntungan lainnya. Ia merasa tenang saat melihat dirinya di cermin.


Undangan ia sebarkan. Pernikahannya yang sederhana itu menggembirakan kerabat dan keluarganya meski tidak tahu persis siapa pasangannya. Hanya sebuah nama tertera di undangan. Para tamu datang dengan penuh tanda tanya. Seperti sebuah helatan makan malam, pikir mereka. Ia muncul ditengah meja panjang sambil tersenyum mendekap cermin. 


"Perkenalkan, ini istri saya". 


Ia pandang cermin itu sambil tersenyum, melihat dirinya yang tampan itu sebagai mempelai.


@GarnaRaditya

Terpasung Mimpi


Ada suara berderik, tiap jendela di kamar terkena angin. Biasanya memang aku buka untuk sirkulasi udara. Kalau sudah terdengar terus-terusan, serasa ada yang mengajak bicara. Aku ucapkan selamat pagi kepada suara itu.

Sudah sore, tidak ada angin tidak ada suara jendela. Gerimis yang membasahi tanaman diluar, menandakan aku harus menutup jendela supaya air tidak memasuki ruang. Listrik mati, aku hanya rebahan di tanah lembab sambil memandangi tetesan yang bergulir di kaca jendela. Aku tertidur lagi.

Gelap, listrik untuk satu bohlam didalam tak kunjung menyala. Hanya hawa sejuk pascahujan menyelimuti. Suara derik jendela itu terdengar, sekali dua kali, dan seterusnya. Itu suara merdu bagiku.

Melihat ke atap, kadang aku melihat bintang dan bulan. Cerah sekali. Seperti aku berada rimbunan pohon, tapi nyatanya aku diatas pasir pantai, dengan terdengar ombak yang menggulung. Aku tertidur lagi, bangun dipuncak atap gedung, dan tidur lagi berharap kerangkeng di kakiku mengarat dan melepaskan aku.

@GarnaRaditya