Rabu, 09 Mei 2012

Pemburu Tawa


Sejak pertama kali Santi mengetahui ayahnya menikah lagi, gadis itu berhenti tertawa. Otot bibirnya menegang dan seringkali ia merasakan nyeri. Gadis itu kemudian memutuskan untuk memburu tawa dimanapun ia berada.

Night club menjadi teman malamnya, disana banyak sekali orang tertawa, tapi bukan dia. Acara komedi di televisi ia tongkrongi, penonton tertawa menjadi-jadi, tapi bukan Santi. Berbagai tempat lain-pun ia sambangi, tapi hausnya akan tawa seolah tak pernah terobati.

Hingga di suatu hari, tepat pada ulang tahunnya di bulan Mei, sebuah mobil putih menjadi hadiah terindah bagi Santi. Mobil itu mengantarkannya ke sebuah tempat dimana ia menemukan kembali tawanya, tempat dimana tawanya menyatu dengan tawa lepas lainnya. Gerbang tempat itu bertuliskan ‘Rumah Sakit Jiwa’.

Devi Hermasari

Kamis, 03 Mei 2012

Pengagum Senja


Sudah lama aku tidak keluar dari tempat ini. Sesekali melihat diluar sana tampak terang sekali meski malam hari. Terlebih lagi pagi maupun siang, sinarnya menyakitkan.

Sesekali mengintip dari lubang kecil sebuah jendela. Entah kenapa sinar matahari hanya saat sore tak begitu silau. Malahan, aku ingin keluar untuk menikmati barang sejenak keindahan senja.

Pukul 17.20 aku nekat keluar sambil tertatih. Belum lima langkah, aku sudah lemas. Sengaja menahan diri menghentikan perilakuku ini. Tubuhku mengering, terpaksa darah ku isap sendiri. Sebelum menutup mata, aku berhasil melihat matahari tenggelam untuk terakhir kalinya, demikian juga aku berhenti memangsa manusia.