Betapa menyebalkan jika telepon genggam ketinggalan
di kantor. Mau kembali lagi, badan sudah terlalu capek. Sekarang jam
menunjukkan pukul 20.30. Sudahlah, diambil besok saja saat sampai di kantor.
Kapan ada waktu santai, kalau pulang malam terus.
Tetapi bagaimana jika ada yang telepon? Barangkali
Ami akan memberitahu tentang rencana besok, apakah harus dijemput untuk
berangkat kampus, atau mungkin rencana bertemu pamannya saat makan siang.
Atau mungkin ada panggilan bos ku yang sebenarnya
menyebalkan, tetapi agar menghindari omelan aku harus tahu apa yang dikerjakan
besok, agar tidak harus bolak-balik pergi mengambil barang lagi untuk diantar.
Bekerja di bagian gudang pengiriman barang memang harus
siap sedia kapanpun. Berharap masih ada orang di ruangan, agar bisa memastikan
HP benar-benar tertinggal dan meminta tolong mengecek, apakah ada telpon atau
sms. Atau mungkin ada telpon Ibuku atau kerabat keluarga yang lain. Ah, pikiran
semakin tidak tenang.
Di kamar kos yang besarnya hanya 3 x 4 meter itu, Madi
menyelesaikan makan malamnya berupa nasi goreng yang ia bungkus pulang. Kegelisahannya
terasa pada sendoknya yang diseret-seret di kertas minyak berpiring plastik,
seraya memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada.
Teman kosnya yang bisa dipinjami telpon genggam pun
tak kunjung tiba. Bila masih ada wartel yang masih buka, tentu ia akan pergi
mengecek apakah telpon genggamnya ada di kantor atau di suatu tempat. Sayang,
teknologi terus menggeliat, wartel satu persatu tutup merayakan mudahnya
telekomunikasi saat ini. Tetapi tidak untuk Madi yang masih memikirkan telpon
genggamnya yang entah kemana rimbanya. Ia hanya yakin tertinggal di tumpukan
berkas kertas yang menggunung akibat kerjaan hari ini yang padat.
“Busyet, lama sekali pulangnya. Pinjam dong HP mu,
nanti aku ganti pulsanya dengan rokok sebatang.”
“Pulsaku tinggal sedikit bung, mau telpon yayang
nanti tengah malam. Sisakan sedikit lah. Rokok aku masih ada setengah bungkus. Ga
butuh!”
Setelah berhasil merayu, akhirnya bisa meminjam HP
nya temannya tersebut.
Tut..tut..tut...suara dering tak ada yang menyahut.
Madi hanya pasrah kalau ruangannya sudah kosong. Ia coba kembali hingga lima
menit berlalu. Sambil menunjukkan wajah pasrah, barangkali ada satpam yang
kebetulan mengecek ruangan.
“Tut..tut..tut..ya halo.” Suaranya tidak asing.
“Ini dengan siapa ya?”
Lho, kok malah tanya. Ini dengan siapa ya?
“Saya Madi, itu HP saya yang anda angkat, ketinggalan.
Itu posisinya dimana ya?”
“Sinting, saya ini Madi masih di kantor. Saya sedang
di kantor mencari HP saya yang
mungkin ketinggalan di kos. Hey, ini dengan
siapa saya berbicara?”
“Tidak usah main-main dengan saya, kalau mau mencuri
HP carilah yang lebih moderen nan touch screen itu. HP butut seperti itu kok
teganya dicuri, Mas.”
“Lho, kamu ini. Tolonglah, kembalikan HP saya. Nanti
saya bayar semampu saya.”
Mereka kemudian janjian untuk bertemu, malam itu
juga.
--
Garna Raditya