Rabu, 29 Oktober 2014

Kembar Siam Yang Terpisah


Betapa menyebalkan jika telepon genggam ketinggalan di kantor. Mau kembali lagi, badan sudah terlalu capek. Sekarang jam menunjukkan pukul 20.30. Sudahlah, diambil besok saja saat sampai di kantor. Kapan ada waktu santai, kalau pulang malam terus.

Tetapi bagaimana jika ada yang telepon? Barangkali Ami akan memberitahu tentang rencana besok, apakah harus dijemput untuk berangkat kampus, atau mungkin rencana bertemu pamannya saat makan siang.

Atau mungkin ada panggilan bos ku yang sebenarnya menyebalkan, tetapi agar menghindari omelan aku harus tahu apa yang dikerjakan besok, agar tidak harus bolak-balik pergi mengambil barang lagi untuk diantar.

Bekerja di bagian gudang pengiriman barang memang harus siap sedia kapanpun. Berharap masih ada orang di ruangan, agar bisa memastikan HP benar-benar tertinggal dan meminta tolong mengecek, apakah ada telpon atau sms. Atau mungkin ada telpon Ibuku atau kerabat keluarga yang lain. Ah, pikiran semakin tidak tenang.

Di kamar kos yang besarnya hanya 3 x 4 meter itu, Madi menyelesaikan makan malamnya berupa nasi goreng yang ia bungkus pulang. Kegelisahannya terasa pada sendoknya yang diseret-seret di kertas minyak berpiring plastik, seraya memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada.

Teman kosnya yang bisa dipinjami telpon genggam pun tak kunjung tiba. Bila masih ada wartel yang masih buka, tentu ia akan pergi mengecek apakah telpon genggamnya ada di kantor atau di suatu tempat. Sayang, teknologi terus menggeliat, wartel satu persatu tutup merayakan mudahnya telekomunikasi saat ini. Tetapi tidak untuk Madi yang masih memikirkan telpon genggamnya yang entah kemana rimbanya. Ia hanya yakin tertinggal di tumpukan berkas kertas yang menggunung akibat kerjaan hari ini yang padat.

“Busyet, lama sekali pulangnya. Pinjam dong HP mu, nanti aku ganti pulsanya dengan rokok sebatang.”

“Pulsaku tinggal sedikit bung, mau telpon yayang nanti tengah malam. Sisakan sedikit lah. Rokok aku masih ada setengah bungkus. Ga butuh!”

Setelah berhasil merayu, akhirnya bisa meminjam HP nya temannya tersebut.

Tut..tut..tut...suara dering tak ada yang menyahut. Madi hanya pasrah kalau ruangannya sudah kosong. Ia coba kembali hingga lima menit berlalu. Sambil menunjukkan wajah pasrah, barangkali ada satpam yang kebetulan mengecek ruangan.

“Tut..tut..tut..ya halo.” Suaranya tidak asing.

“Ini dengan siapa ya?”

Lho, kok malah tanya. Ini dengan siapa ya?

“Saya Madi, itu HP saya yang anda angkat, ketinggalan. Itu posisinya dimana ya?”

“Sinting, saya ini Madi masih di kantor. Saya sedang di kantor mencari HP saya yang 
mungkin ketinggalan di kos. Hey, ini dengan siapa saya berbicara?”

“Tidak usah main-main dengan saya, kalau mau mencuri HP carilah yang lebih moderen nan touch screen itu. HP butut seperti itu kok teganya dicuri, Mas.”

“Lho, kamu ini. Tolonglah, kembalikan HP saya. Nanti saya bayar semampu saya.”
Mereka kemudian janjian untuk bertemu, malam itu juga.

--
Garna Raditya

Rabu, 22 Oktober 2014

Nyamuk Berparas Kelinci

Beberapa saya temukan sisa-sisa teks kilat, sekitar tahun 2002. Sekadarnya saja maknanya. Silahkan


Nyamuk Berparas Kelinci

Satu menit tertidur
aku dikelilingi nyamuk-nyamuk berparas kelinci
mereka ingin darahku
katanya, darah manusia rasanya manis
untuk dijadikan sarapan untuk pasangannya.

---
Lautan Jeroan

Menyeberang lautan jeroan tanpa sampan
airnya berwarna kuning
banyak lalat dan susah berenang
ku bentangkan kain sutra yang putih
untuk berjalan di atasnya.

---
Muka Aspal

Wajahmu seperti aspal yang mendidih
kian mengeras setelah mengering
kendaraan lalu lalang melintasi rautmu
katakan kalau itu menyakitkan

---
Mandi Ampas Kopi

Aku mandi dengan ampas kopi
nikmat rasanya
diusapkan ke tangan hingga ujung kaki
semakin pekat dan terasa dijilati buah anggur
lalu aku lapar setengah mati.

@GarnaRaditya