Sabtu, 24 Desember 2011

Kado dari Santa Klaus


Ia tak bisa kembali ke negara asalnya untuk merayakan natal, lantaran ia kehabisan tiket pesawat untuk pulang. Padahal sudah jauh-jauh hari telah merencanakan untuk menemui keluarganya.

Dinginnya salju di dalam flat nya yang kecil, ia hanya bisa menatap foto keluarganya berharap bisa membawa kabar baik bahwa dirinya membawa calon istri. Namun, hingga kini ia masih terus melajang dan sibuk dengan pekerjaannya.

Malam natal, ia hanya bisa tercenung di perapian sambil mendengarkan musik. Iseng dia menggantungkan kaus kaki di beranda perapian sebagai hiasan, untuk mendapatkan hadiah dari Santa Klaus yang telah menjadi tradisi turun temurun oleh keluarganya. 

Akibat kelelahan karena kesepian, ia terlelap tidur di sofa depan perapian.

"Brukk…" Jejaka itu terbangun akibat suara seperti benda jatuh. Dengan setengah sadar, ia berusaha memastikan penglihatannya. Matanya terbelalak pada perempuan lucu berambut panjang yang menyeka rambut seraya membersihkan tubuhnya dari abu perapian.

Kamis, 08 Desember 2011

Sang Pembawa Bencana


Tiap kali berada di kerumunan orang, selalu terjadi hal buruk. Akibatnya ia terkucilkan, sebab desas-desus sebagai pembawa bencana itu muncul sejak beberapa kali kejadian. Entah ada yang tertabrak, pohon tumbang hingga keracunan makanan.

Remaja berumur 15 tahun itu juga tak mengetahui penyebabnya hingga membuat nasib sial bagi orang yang didekatnya. Namun bagi keluarganya, ia membawa keberuntungan.

Tak sengaja bertemu dengan seorang wartawan yang seharian belum mendapatkan berita. Obrolan terjadi dan memberitahukan untuk berhenti bicara dengannya. "Ha, pembawa bencana? Kamu ada-ada saja. Kalau tidak ada teman, aku ajak jalan-jalan," ujar si wartawan sambil menyiapkan motornya untuk membuktikan omongannya.

Beberapa menit saat dibonceng, terjadi tanah longsor yang memakan korban, jaraknya hanya beberapa meter darinya. Seketika itu juga ia mengambil kamera dan menghubungi wartawan lain. Hari berikutnya, ia diajak mengitari kota oleh gerombolan wartawan. Stok berita kejadian tercukupi, mereka pun senang.

Sang remaja lupa memberitahu jika sengaja mengajaknya untuk menciptakan kejadian, kerabat keluarga sang wartawan akan celaka satu persatu, persis seperti yang telah terjadi sesuai pada berita yang ditulisnya.




Jumat, 02 Desember 2011

Putusnya Syaraf Tertawa


Sebelumnya dia adalah komedian yang terkenal, sering tampil di televisi, punya banyak penggemar dan juga pembenci. Sebelum terkenal, orangnya yang sopan dan santun mendadak menjadi sombong dan pongah. Awalnya hanya di belakang kamera, namun karena kebiasaan, kesombongannya ia tampakkan di depan kamera juga. Pun di muka umum, ia semakin tak peduli dan makin sombong.

Satu persatu orang-orang terdekatnya menjauh, penggemarnya mulai pergi. Show-nya yang dulu ramai sekarang mulai sepi. Orang-orang yang tadinya tertawa sekarang jadi terpukau akan kepongahannya. Kini dia tak lucu lagi, bahkan cenderung tempramen. Frustrasi akan keadaan, ia salahkan penonton tiap kali show. Ia bilang "syaraf tertawa kalian sudah putus!"

Ternyata bukan syaraf penonton yang "putus", tetapi ada bekas luka jahitan di belakang kepalanya. Letak dari syaraf tertawanya yang diam-diam diputus sang manajer, yang mendadak tenar akibat penampilannya di acara komedi TV.


Rabu, 09 November 2011

Surat Untuk Narapidana


Sipir itu telah bekerja di penjara sejak 12 tahun lalu. Keluar masuknya narapidana, menjadikan dirinya kenal dengan banyak orang. Ada yang bertindak kriminal karena terpaksa, adapula yang sebenarnya tak bersalah.

Ia kadang mendapati para napi yang sedang melamun saat apel rutin, hanya bisa menatap langit karena tak ada pandangan lagi disekelilingya selain pengamanan ketat. Banyak diantara mereka bangun pagi dengan muka tersenyum bahkan berlaku baik dengan para sesama napi. Mereka rajin untuk membuat prakarya hingga membaca buku.

Tiap giliran piket jaga, sipir itu tiap malam mengisi waktu untuk menulis surat. Lembaran diketik sambil melihat berkas dan daftar para napi, khususnya tanggal kelahiran. Kepala sipir merasa senang dengan peringai dan sikap tahanan yang dianggapnya bisa kembali di tengah masyarakat untuk melanjutkan hidup baru.

"Baru kali ini saya mendapatkan surat ucapan ulang tahun dengan kata-kata yang menggugah."

"Seminggu lalu saya juga mendapatkan itu saat ulang tahun, bahkan keluarga saya tidak ada yang mengucapkan selamat sedalam ini," timpal napi yang lain. Mereka tak pernah tahu, sipir itu diam-diam menyelipkan surat di bilik sel jika ada yang ulang tahun.

Sipir yang juga sebagai eksekutor itu memasuki ruangannya setelah mengeksekusi tembak mati seorang napi. Dia kembali melanjutkan menuliskan surat untuk para ribuan tahanan yang tiap harinya berulang tahun.




Sabtu, 05 November 2011

Bangun Siang


Kantor itu sepi, padahal pagi biasanya sudah terdengar lalu lalang pekerja. Pukul 07.00 terlewati hingga 10.00.
Sementara para bos-bos perusahaan datang terasa lebih awal, lantaran tak menemui karyawannya. Mereka marah besar, namun tak ada yang mendengarkan. Pasalnya, tak ada karyawan yang datang.

Sang bos juga mendapati perusahaan lain mengalami hal serupa. Diruangannya itu menelpon sekretaris, direksi pun tak ada yang mengangkat. Secara serentak, para karyawan mulai berdatangan menjelang pukul 12.00. Mereka semua mendapatkan kemarahan dari sang bos dan dihukum tak menerima gaji selama seminggu.

"Kami tak digaji, juga tidak rugi. Istirahat di rumah tak ternilai dengan gaji sebulan," ujar salah satu pekerja kepada sang bos.

Ia pun dipecat seketika itu juga. Keesokan harinya, tak ada karyawan sama sekali yang datang. Selang seminggu keadaan pun masih demikian. Sang bos membuka lowongan dengan gaji menggiurkan, tapi tak satupun ada yang melamar.


Rabu, 26 Oktober 2011

Dihukum, Dicium


Kota itu kondisinya semakin kritis. Korupsi menjalar diberbagai tingkatan birokrasi. Hukum seperti tidak bisa mengatasi merebaknya penyuapan, bahkan walikotanya sekalipun terlibat.

Petinggi hukum tiba-tiba merubah peraturan undang-undang. Bagi tersangka, akan dikenakan hukuman, dicium!

Tak tanggung-tanggung, yang menciumnya adalah seorang yang seganteng Johnny Depp dan secantik Gemma Arterton. Para pencium itu dikerahkan secara massal, ada yang dibayar adapula yang sukarela demi menghentikan kegilaan itu.

"Ini sinting. Anda kehilangan akal sehat!"

"Lihat saja nanti," timpal si penegak hukum itu. Setelah peraturan itu berlakukan, beberapa koruptor menyerahkan diri sambil membawa berkas-berkas yang mereka salahgunakan. Mereka ingin dihukum.

Di penjara itu tidak seperti biasanya, tetapi sebuah ruangan yang super mewah. Para koruptor itu dicium dan dipeluk setiap hari, bersenang-senang di ruangan tertutup itu. Tak disangka, beberapa diantaranya mulai memikirkan anak istrinya. Mereka bukannya semakin sadar, tetapi depresi hingga sakit jiwa karena mendapatkan yang mereka mau.

"Hilang ingatan, membuat para koruptor itu dilahirkan kembali menjadi manusia yang sebenarnya," tukas salah satu pencium.

 Garna Raditja

Selasa, 11 Oktober 2011

Mati, Mendengarkan Mono


Terdakwa kombatan yang meledakkan ATM itu akhirnya diputuskan hukuman seumur hidup. Keputusan itu justru membuatnya kesal, pasalnya ia ingin dihukum mati karena sudah tidak ada lagi rencana dalam hidupnya. Namun hukuman mati sudah tidak diperkenankan lagi dalam konstitusi hukum.

Salah satu temannya menjenguk di penjara, kesempatannya untuk meminta bantuan. "Bawakan aku iPod, isikan dengan lagu-lagu dari band post-rock," ujarnya. Seminggu kemudian, giliran dijenguk temannya, ia mendapatkan barang tersebut yang diselundupkan dengan hati-hati.

Lonceng pagi berbunyi menandakan seluruh narapidana berkumpul untuk apel pagi. Salah satu sipir menghampiri sel pria itu mendapati dirinya tergeletak pucat, tak bernyawa. Sambil memeriksa tubuhnya, mayat itu memegang iPod yang memutar sebuah lagu secara berulang-ulang lagu-lagu dari band Jepang kegemarannya, Mono, yang baru saja melangsungkan konsernya di Jakarta.

Garna Raditja

Senin, 10 Oktober 2011

Dunia Paralel pt.2


Mereka berdua tak begitu kenal, hanya saja kerap bertemu karena bekerja di satu gedung. Tak sengaja berpapasan di lantai 23 tempat kantor mereka masing-masing. Melewati lorong ruangan hingga didepan pintu lift, hanya tersenyum satu yang lainnya.

Diruang lift itu hanya mereka berdua. Tiba-tiba terlontar pertanyaan secara bersamaan. "Ngelembur ya?" Mereka saling tersipu karena bertanya hal yang sama.

"Sudah makan?" pertanyaan dengan waktu yang bersamaan kembali terjadi. Mereka kembali menahan tawa.

"Ok, kamu dulu,"

 "Ahh..baiklah kamu dulu"

Semua pernyataannya yang terlontar masih sama. Sementara mereka masih melewati lantai 12 kembali terdiam dan mulai kebingungan.

Sang wanita, berpikir, pria itu memang menarik tapi malu menyapa jika berpapasan. Begitu juga sang pria memendam keinginantahuan untuk berkenalan. Mereka kemudian berpisah di parkiran dan belum terjadi pembicaraan.

Keduanya ialah satu jiwa yang sebenarnya digariskan sebagai jodoh, hanya saja salah satunya berasal dari dimensi lain namun terjebak pada lipatan dimensi nyata.

Garna Raditja

Kamis, 06 Oktober 2011

Kuburan di Laut


Rombongan anak muda sudah datang sejak matahari terbit, mempersiapkan diri untuk snorkling. Satu persatu menceburkan diri, tak sedikit diantara mereka menginjak karang hingga patah dan hancur. "Hey, hati-hati jangan sampai menginjak karang," ujar Harnan. Ia memperingatkan temannya Daru yang ceroboh itu, namun peringatan itu tak diindahkan.

Daru yang sedang asyik menyelam itu keasyikan memegangi sebuah terumbu karang. Di kedalaman 3 meter itu tiba-tiba ia melihat sebuah benda yang menonjol dari terumbu berwarna merah. Dihampirilah dan mengamati batu yang ternyata adalah nisan. Ia memperhatikan sekelilingnya seraya menoleh pelan. Terumbu karang itu penuh nisan.

Kepala Daru bergegas keluar dari air, tak tampak pulau maupun kapal dipandangan matanya. Ia telah berada di tengah lautan.

Garna Raditja

Rabu, 05 Oktober 2011

Taman Ayah dan Ibu


Gadis kecil itu tiap sore selalu rutin menyirami taman di depan rumahnya. Ada Anggrek, Flamboyan hingga tumbuhan apotek hidup. Pesona tanaman yang berwarna-warni memancarkan keasrian rumah sederhana yang dihuninya, membuat iri para tetangga. Namun jika ada yang ingin mengambil tanamannya untuk pengobatan ia akan mengijinkan.

Belakangan, selepas menyiram ia selalu memegang tanah yang basah. Sambil memejamkan matanya, meremas dan menaburkan kembali tanah disekitarnya. Kerap membuat tetangganya bertanya-tanya terhadap hal yang dilakukan gadis berumur 14 tahun itu, terlebih lagi kini jarang melihat orang lain di rumah.

Seorang ibu muda mendekati dirinya sambil bertanya hal yang dilakukannya tiap sore. "Saya kangen Ayah dan Ibu yang berada dibawah tanah ini. Merekalah yang merawat dan memberikan makan saya sehari-hari."

Dipojok taman, wajah kedua orang tuanya yang menyatu dengan tanah itu tersenyum.

Garna Raditja

Senin, 03 Oktober 2011

Menara Kembar


Malam itu ia pulang kerja terlalu larut lantaran melembur. Memasuki lift, sendirian di ruangan sebesar 2x2m tersebut. Saat menekan tombol seraya memandangi sekeliling dalam lift. Terkadang ia merasa tidak sendirian berada disitu, pasalnya salah satu temannya pernah mengatakan hal yang seram tentang hantu gentayangan.

Untuk mengalihkan pikiran yang menakutkan itu, ia berandai-andai saat pintu lift terbuka akan berada di suatu tempat yang diinginkannya. Cling. Suara lift itu menandakan sampai di lantai dasar dan pintunya terbuka.

Tiba-tiba banyak orang berdasi dan pakaian perlente berdesakan memasuki lift, bahkan ia tak bisa keluar karena tertahan. Saat memperhatikan sekelilingnya, orang-orang itu adalah warga asing. Dalam pembicaraan diantara mereka terdengar berbahasa Amerika tulen.

Sambil kebingungan, ia keluar di lantai 20 yang tak ada dilantai kantornya. Saat memandang di kaca jendela terdekatnya, ia melihat rimba gedung pencakar langit terlihat kejauhan patung Liberty. Tertulis sebuah interior ruangan disebelahnya, World Trade Center. Ia juga melihat menara kembar satunya.

Dengan gemetaran ia menanyakan seseorang didekatnya perihal tanggal dan hari. "Sekarang hari Sabtu tanggal 11 September 2011."

Garna Raditja

Rabu, 14 September 2011

Mati di Timeline


Di kesehariannya, apapun yang dilakukannya di postingkan ke twitter. Ia bahkan rela untuk menunda makannya sebelum mengetik "Lagi makan nih." Serupa dengan aktivitasnya yang lain. Baginya, orang lain harus tahu apa yang dilakukannya, seakan semua orang sedang memperhatikan.

Timeline yang tertera di sosial media akun miliknya begitu ramai dengan twit remeh-temeh yang serupa. Malam itu hujan hingga membuat listrik di rumahnya padam. Kesal dengan keadaan itu, ia pun menghabiskan waktunya kembali di twitter. "Aduhhh, listrik matiii, gara-gara hujan. Bosan!" Begitu bunyi twitnya.

Batere ponsel, pikirnya, beruntung masih penuh sehingga tak merasa khawatir sampai ia bisa terlelap. Menit berlalu, sambil ia sibuk membalas mention dan retweet, ia klik refresh. Timelinenya berhenti. Hingga sampai direstart tetap juga tampilannya sama, padahal sinyal ponselnya baik-baik saja. Saat ia cek, followernya yang semula ribuan orang, sekarang tinggal 0.

Cling! Suara pertanda mention berbunyi. Dari sebuah akun bernama dirinya, tertulis "23 April 1986-14 September 2011."

Garna Raditja

Pandangan Cicak


Cicak itu selalu ada di atap kamar mandi. Dengan matanya yang tajam, tak ada yang mengetahui kemana arah bola matanya tertuju. Terkadang ia risih saat mandi karena seakan diperhatikan cicak berwarna putih kusam itu. Bahkan saat sedang buang air kecil maupun besar ia tak merasa tenang. 


Beberapa hari cicak itu tak terlihat. Mungkin sudah berpindah di dinding atau atap lain. Ia pun mandi dengan leluasa bahkan sengaja berlama-lama. Taburan busa sabun itu hampir menutup tubuhnya saat dibilas. Ia merasa geli saat menyentuh bagian tubuhnya. Cicak itu menyatu dengan kulitnya ditengah dada dengan kedua mata hitam yang melotot.



Garna Raditja

Minggu, 11 September 2011

Buku Harian yang Tamat


Ia senang sekali menuliskan apa yang terjadi disetiap harinya. Hal remeh-temeh hingga momentum membahagiakan dan menyedihkan ia tuliskan dalam buku harian yang telah menumpuk untuk mengenang hidupnya.

Hingga umurnya mendekati usia 79, ia masih menulis buku hariannya meski sudah tidak ada aktivitas yang berarti lantaran sudah semakin renta untuk melakukan sesuatu. Sebenarnya ia sudah lelah hidup, dan tidak ingin membebani anak-anaknya. Bahkan ia memaksa untuk tinggal di panti jompo meski anaknya sudah melarang.

Para sebayanya satu persatu meninggal. Di dalam hati, ia bertanya kapan bisa menyusul. Hal itu ia tuliskan juga di buku hariannya, karena hanya itu yang bisa dilakukan.

Sore itu hujan, jenazahnya akan dikebumikan.

Salah satu anaknya menemukan buku hariannya yang terakhir. Di sebuah halaman akhirnya, tertulis "Untuk menulis aku pun sudah lelah, sekarang saatnya aku menuliskan bahwa buku harian ini telah tamat." Seketika itu ia meninggal.

Ditelan Internet


Berselancar di internet adalah hobinya, namun ia tak ingin terus-terusan menghabiskan uang untuk menggunakannya di warnet. Ia kemudian membeli modem bekas melalui belanja online dari orang yang tak dikenal. Harganya cukup murah, hanya Rp 50 ribu.

Mencoba kali pertama, modem itu masih bekerja dengan baik. Bahkan koneksinya terbilang cepat. Ia gunakan kesempatan itu untuk browsing berbagai hal. Sejak saat itu ia jarang keluar rumah dan tidak bersosialisasi dengan orang lain kecuali dengan orang tuanya, itu pun hanya saat beranjak ke ruang makan dan tak saling menyapa.

Seminggu berlalu, ia merasa suntuk dan memutuskan pergi keluar saat malam untuk mencari suasana lain. Tak ada orang lain yang ia jumpai. Jalanan sepi, padahal baru pukul 19.00, bahkan di tempat yang biasa ramai juga tak ada orang sekalipun. Merasa ketakutan ia pun kembali ke rumah.

Tak disengaja ia mendapati ibunya memandangi foto dirinya yang merasa kangen, karena telah hilang selama sepekan dan tak ditemukan oleh keluarganya. Tetapi, di internet ia selalu ada, teman-temannya masih menyapa seperti biasa di sosial media.

Garna Raditja

Mayhem! (Jangan Beritahu Siapapun!)



Aku mengenal Jan sudah lama, dia adalah seorang gadis muda yang riang di kelasku. Kami sering bercanda, tak jarang canda kami melampaui batas, yang kutahu dari Jan bahwa hal itu telah membuat cemburu
“..aahh, siapa namanya aku sudah lupa”.
Dia adalah pacar Jan, dan aku benci itu, meskipun perasaan tidak suka itu hanya bisa aku pendam.

Suatu hari diruangan kelas, aku kembali bercanda dengan Jan, kali ini candaan kami sangat melampaui batas, kami tidak pernah melakukan ini sebelumnya.
Jan memegang erat tanganku, kemudian menancapkan dalam-dalam kuku di jari-jari tangannya, mencakar-cakar tangan dan tubuhku, aku berteriak ketakutan dan kesakitan, meminta pertolongan pada seisi kelas.
Tetapi seisi kelas hanya diam memandangi saja, aku baru menyadari ternyata aku tak mengenal satupun isi kelas, aku selama dua tahun dikelas ini hanya sibuk dgn Jan tanpa ada waktu sedikitpun untuk mengenal teman-temanku yang ada di kelas.

Aku masih meronta ronta mencoba membebaskan diri dari genggaman dan cakaran-cakaran Jan yang menyakitkan, darahku berleleran dari kuku-kuku jarinya.
Tiba-tiba aku teringat, aku masih menyimpan beberapa butir obat penenang di celanaku.
Kumasukkan paksa beberapa butir tersebut sekaligus ke mulut Jan. Ia hanya sempat mendengus, reaksi obat bekerja, ia mulai oleng dan melepaskan genggaman tangannya.

Pada saat yg bersamaan, entah dari mana datangnya, tiba-tiba salah satu gadis di kelas ini memukul kepala Jan dengan balok kayu, Jan limbung dan ambruk dengan kepala yang berdarah.
Entah kenapa aku senang dan puas.
Aku ingin mengucapkan terima kasih, akan tetapi pandangan mata seisi kelas tiba2 berubah membenciku, mereka menatap sinis, menuduhku telah memukul Jan.

Seisi kelas menudingkan tangannya ke arahku. Aku tak mungkin melakukannya. Aku tak mungkin setega itu terhadap Jan. Pandangan-pandangan mata itu menyalahkanku.

Tiba-tiba gadis yang tadi sudah berada di depanku, menunjuk ke tempat Jan roboh.
Tampak disana Jan mencoba bangkit, memuntahkan obat-obatan yang tadi kupaksa masuk ke mulutnya. Aku benar-benar merasa bersalah dan ketakutan kalau Jan sampai bangun. Dia pasti juga akan menuduhku seperti yang lain.

Aku berlari keluar ruangan kelas. Keadaan di luar semakin membingungkan, aku melihat banyak anak-anak kecil dengan pakaian-pakaian aneh berlari-larian. Salah satunya sibuk membawa dan membagikan jaring-jaring besar untuk menangkap kupu-kupu.

Perasaan bersalah membuatku mengintip ruangan kelas, mencari tahu keadaan Jan.
Kulihat dia masih tergolek dibawah meja, tak seorangpun menghiraukan.
Dan ketika pandangan mataku beralih ke arah kantin disamping kelas, kulihat kekasihku Ran masih duduk menungguku disana.Wajah dan postur tubuhnya sekilas mirip Jan, aku baru menyadari itu.

Teringat Jan yang mengamuk barusan, tiba-tiba aku disadarkan, ini adalah mayhem!
Kamu tidak bisa mengukur dan melihat kelemahan seseorang!

Kamu tidak tahu apa yg sesungguhnya terjadi!

Lalu aku berlari untuk menyelamatkan Ran kekasihku, aku berlari menuju ruangan kantin, yang secara tiba-tiba pula atau aku tidak pernah memperhatikan sebelumnya, ternyata pintunya sangat banyak.
Ku buka satu persatu, aku harus bisa menyelamatkan Ran tepat waktu sebelum Jan menemukannya.

Akhirnya kutemukan ruangan tempat tadi Ran kekasihku menunggu, tak lagi kudapati dia disana.
Hanya ada bekas muncratan darah di pintu yang menghubungkan kantin ini dengan ruangan kelas.
Kuperhatikan muncratan darah ini lebih seksama.

Bukan muncratan darah! lebih mirip getah bening… berceceran di daun pintu. aku bingung.. konspirasi macam apalagi ini? tiba-tiba suara dalam otakku bersorak menemukan jawaban…

Ah, ini adalah mayhem!
Ini adalah mayhem!
Tak seorangpun boleh tahu ketakutanku saat ini.

Jangan beritahu siapapun!
Jangan beritahu siapapun!


Tokoh Antagonist

Sabtu, 10 September 2011

Makhluk yang Kesepian

Sudah beberapa minggu ini, Tarja berdiam diri di kamarnya. Lantaran mengalami patah hati yang membuat dirinya tidak produktif dalam sehari-harinya dan berpikir untuk mengakhiri hidup.

Malam itu ia masih di kamarnya. Menengok jendela, menarik dirinya ke balkon sambil melihat langit. Ia berandai-andai jika bisa pergi sejauh mungkin untuk melupakan masa lalunya.

Sebuah suara mendengung, makhluk itu mengetuk jendela kamarnya. Sontak, membuat ia kaget dan ketakutan seraya teriak bertanya kepada sosok itu.

"Tenang, aku tidak menyakitimu. Maaf jika membuatmu takut. Aku hanya ingin mengobrol saja," ujar makhluk tinggi kurus itu. Tarja sendiri sedari tadi juga membutuhkan teman untuk berkeluh kesah, tapi ia semakin bingung.

Melalui pintu kamar dari balkon, makhluk itu mendekatinya. Sedangkan Tarja masih ketakutan, sambil pelan-pelan berusaha untuk menerima kedatangan makhluk itu. "Aku masih belum mengerti kenapa aku ditinggal tanpa pesan olehnya. Aku bingung entah kemana untuk melupakan perasaan ini. Aku sendiri tidak tahu aku ini dimana," keluh mahkluk itu.

Tarja mulanya kebingungan, ia pikir, makhluk ini tersesat dan mengalami hal yang sama. Beberapa menit kemudian, mereka saling bercerita mencurahkan hatinya masing-masing hingga berjam-jam hingga obrolan mereka semakin larut dari hati ke hati.

"Boleh aku ikut kamu?"

"Ya, mari kita pergi dan menyesatkan diri"

Piring terbang itu melaju kencang, meninggalkan bumi. Keinginan Tarja terpenuhi.

Garna Raditja

Kamis, 18 Agustus 2011

Mesin Waktu


Mesin waktu yang dirancang berpuluh-puluh tahun itu sudah mendekati sempurna. Dengan menggunakan teknologi ilmiah yang hampir tak dipahami semua orang, di tahun 2011 ini, Ia ingin melihat keadaan bumi 200 tahun mendatang.

Ruang berbentuk tabung 2 meter itu siap untuk dicoba. Hanya dia sendiri yang harus melakukan percobaan, ia pun mempersiapkan segala sesuatunya. Dan yang terpenting ialah dokumentasi untuk mengabadikan keadaan dimasa depan.

Mesin dinyalakan, tak selancar yang dikira. Mesin penghubung tabung itu bergetar. Terjadi goncangan, hingga membuat ia kehilangan kendali dan pingsan. Terjadi begitu cepat. Saat siuman, ia melepaskan alat-alat yang menempel ditubuhnya. Saat membuka pintu tabungnya itu, ia tercengang. Pandangan matanya berbeda dari tempat semula.

Ia amati sekelilingnya dengan keadaan masih linglung. Tak ada apapun, hanya ruang kosong yang membentang. Sinar pun demikian, sedikit petang. Dalam hati, ia telah berhasil menembus waktu. Ia tak peduli keadaan sekitar, yang terpenting mengambil video dan memfoto. Selepas itu kebingungan.

Mesin penghubung tabung itu tak ikut serta, yang artinya ia tak bisa kembali. Meski begitu, bumi telah luluh lantak akibat badai matahari dan menabrak rotasi planet Nibiru tepat pada 21 Desember 2012. Bumi yang ia kenal, sudah tak ada lagi, hanya bentangan daratan luas berdebu.

Garna Raditja

Senin, 15 Agustus 2011

Bangjo Tanpa Lampu Hijau


Boy, adalah seorang pembalap liar. Masih muda, baru berusia 18 tahun dan suka mencari jalan raya yang lengang untuk ditakluknya. Hidupnya penuh resiko dengan kebiasaaan mengendarainya yang mengancam nyawa, tapi baginya itu adalah biasa.

Suatu ketika, malam itu tampak ramai meski hari biasa. Ia melintasi bundaran Tugu Muda. Ia dengan sepeda motor RX Kingnya pun menderu debu-debu jalan, dan terhenti di Bangjo. Saat berhenti, penunjuk waktu bangjo menunjukkan 100 detik. Hal itu membuatnya harus menenangkan diri untuk sementara. Sambil melamun, ia mengamati pemakai jalan lain yang juga tampak tenang, hilir mudik kendaraan masih riuh. Ia sambil memeriksa ponselnya dan sesekali melihat stopwatch tersebut.

Waktu  masih menunjukkan angka detik ke 67. Padahal ia merasa sudah hampir 1 menit lebih. Tapi pemakai jalan yang lain sepertinya juga sedang menunggu dengan tenang.  Ia semakin kesal, mungkin hanya perasaannya. Sambil memandangi layar ponselnya, ia menengok lagi dan sekitarnya. Ia terperanjat, detik menunjukkan angka 89. Dengan kebingungan, mencoba untuk menerabas tetapi lalu lintas begitu padat.

Boy kemudian iseng bertanya pengendara disebelahnya. "Pak, penunjuk waktu itu tidak rusak kan? kok sepertinya lama ya, padahal ini sudah melewati 3 menit," tanyanya. Matanya memandang kosong sambil menjawab. "Tidak anak muda, angka awal 100 itu bukan menit, tapi tahun."

Bosan dengan keadaannya, ia pun nekat menerabas dengan kencang laju kendaraan laiknya seorang pembalap. Tiba-tiba ia terpaksa berhenti karena didepannya arus lalu lintas padat, ia terhenti lagi di bangjo yang sama.

Garna Raditja

Sabtu, 21 Mei 2011

Barbie yang Dibuang

Benda misterius itu ditemukan seorang warga yang penasaran dengan balutan hitam dibawah jembatang Lemahgempal. Tak ada yang tahu, bagaimana benda itu bisa ada disitu. Sementara orang-orang menganggap itu tumpukan sampah, orang itu akhirnya membuka balutan misterius itu. Ia kaget. Balutan kain itu berisi benda yang mirip Jenglot, mahkluk gaib berbadan kecil ukuran 60 cm.

Kepalanya mengerikan. Sekilas seperti tengkorak celeng dengan dua taring dari bawah mulutnya. Kuku ditiap kaki dan tangannya panjang, begitupula rambut. Badannya kering hitam, seperti hangus terbakar. Untuk menghindari hal-hal yang diinginkan, Jenglot itu dibawa ke Polrestabes Semarang karena menjadi perhatian banyak warga sehingga membuat kemacetan di sepanjang jalan itu.

Salah satu petinggi polisi itu memerintahkan anggotanya untuk menyimpan jenglot itu di sebuah ruangan. Menurut seorang warga, jenglot yang disebut Bungklok itu seharusnya dikubur. Sebab, bungklok itu merupakan mahkluk gaib "anak genderuwo" yang telah "mati" dan dilarung pemiliknya.

Subuh tiba, ruangan di kantor polisi itu lengang. Salah satu anggota yang sedang piket masih terjaga, duduk di sebelah kotak penyimpanan Jenglot. Penasaran atas cerita penemuan Jenglot kemarin oleh anggota sebelumnya. Benda itu disimpan tak jauh ia duduk. Ia pun membuka kotak itu. Kaget dan sedikit bingung. Jenglot itu tak berwujud seperti yang diceritakan teman maupun di media massa. Jenglot itu berwujud boneka Barbie dengan gaun warna putih dan cantik.

Garna Raditja

Selasa, 12 April 2011

Kutukan Twitter

Ia terbilang aktif dalam jejaring sosial. Tiap kali ada kesempatan meski sibuk sekalipun ia sempatkan untuk ngetwit. Maklum, pejabat negara ini sudah mencapai 1 juta pengikutnya yang dikenal banyak orang. Acapkali yang dikatakannya, selalu diteruskan oleh para pengikutnya, terlebih lagi saat berpantun ria. Suatu ketika ia "mengicau" demikian: "akibat itunya dipakai sembarangan". Tak taunya hal itu ditujukan kepada penderita AIDS. 


Beberapa detik kemudian, akun twitternya dihujani mention yang berisi dukungan maupun protes, beriringan suara ponselnya pun berbunyi. Merasa terganggu dengan hal tersebut, ponselnya disetel diam dan membiarkan respon tersebut. Saat bangun pagi, dirinya terbelalak saat membuka akun twitternya di ponsel, followernya tinggal 1 yakni @terkutuk.


Garna Raditja

Senin, 28 Maret 2011

Ledakan Berita

Tiap kali tak ada nama pengirim, tim Gegana datang untuk memeriksa kiriman paket. Ancaman bom yang marak terjadi itu meresahkan masyarakat. Warga ketakutan akibat pemberitaan media yang berlebihan. Para wartawan berlomba-lomba menyajikan berita tersebut supaya menjadi topik utama.

Suatu ketika, kembali terjadi pengiriman ancaman paket bom yang menggemparkan masyarakat. Seperti biasa, wartawan itu menuliskan beritanya dengan heboh. Saat dikirimkan ke bagian redaktur, tiba-tiba komputer salah satu meja itu meledak saat seketika wartawan mengirimkan berita tersebut.

Hampir seluruh komputer redaktur berbagai perusahaan media yang menerima berita teror bom dari wartawannya meledak. Kepanikan itu semakin merajalela. Esok harinya, tak ada media yang menayangkan berita tersebut.

Garna Raditja

Terbius Hujan

Hujan malam ini tak seperti biasanya. Guntur yang menggelegar tak terdengar tegar namun syahdu. Tiap kali suara titik hujan yang mengguyur terdengar seperti melodi yang pilu. Semua orang memilih berserebah sambil menikmati minuman hangat. Adapula beberapa pasangan memanfaatkan waktu itu untuk bercinta. Diantara mereka memilih untuk tidur dan merasa tak ingin esok hari tiba.

Pagi itu masih sepi. Jalanan yang biasanya ramai itu tak terlihat seperti biasanya. Bahkan jam sudah menunjukkan pukul 07.30 hanya ada beberapa orang saja yang beraktivitas. Itupun mereka juga heran dengan situasi yang begitu lengang.

Disebuah kamar, terdengar jam weker mendering. Alarm di ponsel terus berbunyi berkali-kali sejak pukul 05.30. Tak ada yang bangun. Mereka masih tetap saja asyik mengayun mimpi dalam tidur. Mereka semua tak bangun hingga keesokan harinya.

Garna Raditja

Jumat, 28 Januari 2011

Uji Nyali pt. 2

Sapaan itu dibalas dengan suara lembut namun tegas. Sedikit terdengar kering namun seksi. Wanita jangkung rambut pendek itu sepintas seperti gemma artenton, namun dalam versi peranakan cina.

Obrolannya diawali hal basa-basi. 3 jam berlalu, tak terasa mereka akrab, bahkan berdiskusi tentang ajaran filsafat. Dari tao hingga post modern. Ia juga menyimpulkan dia adalah seorang Nietzschean. Sementara itu di ruang operator, mereka terus takjub dengan pesertanya yang berbicara sendiri, bahkan pembahasannya tergolong intelektuil.

Keasyikan obrolannya dari yang serius hingga ketawa-ketiwi tak terasa berlalu 5 jam sampai menandakan fajar menyingsing. "Aku pamit dulu ya, kita akan berjumpa lagi. Senang berbicara denganmu," ujar sang jin tersenyum seraya menghilang. Mereka terlihat seakan berat berpisah, sedangkan para kru mendatangi dan menyatakan dirinya berhasil dalam uji nyali.

Uang Rp 2 juta itu ditangannya. Teman-teman kampusnya menggapnya tindakannya gila, sedangkan yang lain juga menganggap pria itu semakin terlihat seksi. Tak pelak, bunga-bunga kampus satu persatu mendekatinya. Tapi, ia merindukan wanita jin itu.

Garna Raditja

Minggu, 23 Januari 2011

Uji Nyali pt.1

Pemuda itu sedang membutuhkan uang untuk membayar uang kuliahnya. Ia akan melakukan apa saja untuk bisa lulus yang direncanakan akan selesai satu semester lagi di jurusan filsafat. Di kampusnya ia mendengarkan pengumuman sebuah rumah produksi untuk sebuah tayangan reality show, yaitu duduk selama 5 jam di sebuah tempat yang angker. Jika bisa bertahan dengan tenggat waktu yang ditentukan, akan mendapatkan uang Rp 2 juta.

Hanya sedikit yang mendaftar, karena tempat itu adalah bangunan peninggalan Cina yang dihuni oleh makhluk halus perempuan yang mempunyai lidah sepanjang 2 meter. Keadaan yang menghimpitnya membuat untuk mendaftar tantangan uji nyali yang terkenal itu.

Kebetulan, ia sedang menguji keberadaan dimensi lain untuk menunjang skripsinya yang bertema menguak azab proto eksistensialisme dalam pemikiran jawa kuno. Ia pun mendaftar dengan penuh berani. Menurut teman sekampusnya, ia dikenal seorang pagan dengan buku-buku filsuf yang sekaligus seorang metalhead, tepatnya pendengar musik black metal akut.

Tengah malam tiba, para tim produksi sudah mempersiapkan pengambilan pembawa acara. Kini gilirannya memasuki rumah itu. Seperti biasa perkenalan dilakukan dan saatnya dia ditinggal sendiri.

Didekatnya ada guci dan perabotan rumah yang terselimuti debu. Meski konon pernah terdengar ada harta karun disitu, tak ada yang berani memasuki. Ia amati sekelilingnya, hanya gelap dan udara dingin yang menusuk. Tiap ada suara aneh ia tetap saja bersikap acuh, sedangkan pembawa acara dengan parapsikolog dan supranaturalis mengkomentari keadaan dengan sedemikian menakutkan. Pemuda itu tetap saja bersiul santai.

Di kegelapan itu, tiba-tiba datang seorang wanita cantik. Ia langsung berpikir, inilah jin penunggunya itu. Dengan santai ia menyapa mengajaknya untuk berbincang dan mengatakan hai. (bersambung)

Garna Raditja

Warung Kopi

Lelaki itu tak kunjung sampai di perbatasan Semarang, tujuan kepergiannya. Dengan mata lelah dan sayu ia terus kemudikan motornya yang buluk. Saat dalam perjalanan ia berpikir untuk mampir di sebuah warung kopi mengatasi rasa kantuk.

Saat memikirkan demikian, ia melihat sebuah warung di belantara alas yang dilewati. Sudah tengah malam, ia berpikir masih ada warung yang buka. Tanpa berpikir panjang, ia berhentikan motornya. Seorang lelaki, yang melayani tawarkan kopi."Ini adalah kopi kebahagiaan. Jika meminumnya kau teguk riang dan gembira", ujarnya.

Pria itu kebingungan."Yang penting aku bisa meneruskan perjalanan, hilangkan kantuk,"tegasnya. Pramusaji itu sajikan kopi, ia meminumnya dengan menyulut sebatang rokok kretek. Seusainya, ia lanjutkan perjalanan. Saat pagi tiba, ia terbangun masih di warung itu dan menjadi pramusaji yang memberikan kopi. Begitu seterusnya yang terjadi kepada orang lain jika ada yang mampir di warung tersebut.

Garna Raditja

Rabu, 19 Januari 2011

Hantu Piring pt.2

Dari kilatan tersebut keduanya dapat melihat agak jelas, pakaian wanita itu robek, dan punggungnya terdapat bekas luka dimana mana. Ketika hendak melangkah keduanya saling menoleh dan mengangguk untuk mendekati sosok misterius. Saat kurang satu meter dari wanita tersebut mang Kahar terkejut lantaran tubuh wanita itu penuh belatung diantara luka di tubuhnya. Sedangkan Usep seperti mematung ketika melihat pecahan piring yang menempel di wajah wanita itu.

Belum rasa takutnya hilang wanita itu tertawa keras memecah malam Jumat kliwon tampak jelas pecahan piring menempel dari kaki hingga wajahnya. Melihat pemandangan mengerikan mang Kahar dan Usep berusaha lari, namun langkahnya terhalang karena wanita yang diyakini jelmaan Winda ini melempar semua piring ke arah keduanya. Akibatnya keduanya langsung pingsan di tempat.

Esok harinya saat diketahui warga, kampung dempel rejo gempar atas kejadian yang menimpa 2 petugas ronda. Dari cerita yang berkembang wanita misterius itu diyakini gadis bernama Winda seorang pembantu di warung Bu Ijah. Winda tewas dianiaya oleh majikanya setelah dituduh mencuri piring.

Sebelum tewas Winda diperlakukan tidak manusiawi, tubuh keciBnya dicambuk sambil disuruh menghitung jumlah piring. Puncaknya bu ijah memukul dan melempar piring tersebut ke wajah Winda hingga sekarat dan tewas di tempat. Kejadian tragis itu sudah berlangsung 1 minggu dan bu ijahpun sudah ditahan oleh yang berwajib. Namun, hantu Winda masih sering menampakan diri dan menganggu penduduk Dempel Rejo.

Imam Rahmayadi

Petaka Sauna

Selepas melakukan aktivitas kerjanya, Ian seperti biasa pergi ke klab fitnes disebuah hotel. Sebelum memasuki sauna, Ian membasuh badannya supaya basah. Kebetulan ia sendiri di ruangan, tak ada orang lain yang masuk. Sembari menutup mata, ia sangat begitu menikmati peluhnya bercucuran.

Panasnya kali ini tak biasa, mungkin ada orang lain sebelumnya mengeset derajat celcius terlalu tinggi. Ia kembali menutup mata sembari membungkuk. Saat membuka mata, ia kaget setengah mati. Pintu ruangan itu menghilang. Ia mencoba mengucek matanya berkali-kali kemudian meraba-raba seluruh dinding sauna yang terbuat dari kayu itu.

Seraya berteriak minta tolong, dia berpikir mungkin hanya ilusi, tapi tiba-tiba lampu satu-satunya diruangan itu juga mati. Kepanikannya membuat ia semakin mengucurkan keringat yang semakin banyak, hingga membuat dehidrasi. Suaranya hampir habis karena malah memperburuk keadaannya. Terkapar, keadaan sunyi, tak ada yang mendengar hingga esok pagi.

Garna Raditja

Hantu Piring pt. 1

Suara burung gagak dan lolongan anjing hutan serta gemuruh angin disertai guntur menambah sempurna nya malam jum'at kliwon di kampung Dempel Rejo, Jawa Barat. Diujung kampung dua orang petugas ronda memukul kentongan 12 kali, pertanda waktu menunjukan pukul 00. Persis usai pukulan terakhir kentongan, mang Kahar dan Usep dikejutkan oleh suara perempuan di depan warung makan yang lama tak berpenghuni sejak peristiwa 1 minggu lalu.

"Siji (satu ), dua, tilu (tiga), opat (empat), lima, ganep (enam).....pyarrrrr...terdengar jelas suara barang pecah dan diikuti suara tangisan menyayat. Mendengar suara aneh tersebut mereka berusaha mencari asal suara yang membuat mereka penasaran.

Dengan menggunakan penerangan seadanya menembus kabut tebal ditengah rintik hujan. Mendekati warung milik Bu Ijah, keduanya dikejutkan oleh sosok wanita yang sedang mencuci piring sambil menghitung terus menerus disertai tangisan. Keduanya masih menebak siapa wanita misterius tersebut lantaran posisi nya membelakangi.

"Neng...Neng kenapa nangis," teriak mang Kahar dari jauh.."Neng kenapa piringnya dibanting," tambah Usep. Namun sosok wanita itu seolah tak menggubris keduanya, wanita yang diperkirakan berusia 18 tahun yang sibuk menghitung piring dan menangis. Saat keduanya hendak memanggil kembali mereka dikejutkan oleh suara petir yang menggelegar. (bersambung)

Imam Rahmayadi

Doa Burung Kepada Karang

Kembang api dan kemeriahan tahun baru telah berakhir. Berita mengabarkan, sejumlah burung dan ikan mati misterius secara massal. Warga mengira hal itu biasa, asalkan selama tidak merugikan manusia mereka merasa baik-baik saja .

Menurut ilmuwan diduga karena stres akibat dentuman secara intens. Para keluarga hewan itu sedih ditinggal sanak saudara. Salah satu bayi burung melintasi ribuan bangkai yang dipantai. Ia coba kenali satu persatu kerabatnya, jika bertemu ia ingin beri kecupan terakhir dan mengubur. Sayang, telah dibuang para penjaga pantai.

Ia terbang dengan air mata yang menetes. Kepak sayapnya terlunta karena hatinya lara. Tak tentu kemana pergi, ia hinggap disebuah karang terjal."Orang tuamu telah ke surga, kau tak usah merasa sepi. Aku akan merawatmu," tutur sang karang.

"Bagaimana bisa? Sedangkan aku tertinggal oleh kelompok. Tak ada yang menjadi panutan," tanya burung. Hari demi hari, sang burung beranjak dewasa dirawat karang dengan kebajikan. Suatu ketika sang karang berpesan.

"Aku tak bergerak, diterjang ombak ribuan tahun lamanya. Tapi aku selamatkan para manusia. Jika ada badai kuhalangi bahkan amukan tsunami. Aku dikaruniai bisa hentikan dan meminta hujan, tapi manusia hanya minta hentikan badai. Padahalaku suka hujan," tegasnya.

Sang burung tiba-tiba teringat tragedi masa lalunya."Kalau begitu aku minta hujan, bisa?"

"Bisa, apapun itu,"
"Baiklah, aku minta hujan batu, guyurkan seluruh tempat yang rayakan tahun baru," pintanya.

Garna Raditja

Hukuman Komputer

Keinginanku memiliki sebuah komputer, kini telah terwujud. Meski bekas, setidaknya masih dapat digunakan untuk mengetik hasil karya sastraku. Jika dibanding dengan teknologi saat ini, komputer yang baru aku beli di sebuah lelang barang bekas, tergolong komputer kuno. Hanya terdiri dari monitor berwarna putih busam, keyboard yang sudah tidak terlihat hurufnya, mouse optic yang nampak masih belum lama digunakan oleh pemilik pendahulunya, serta CPU dengan prosesor pentium 3. Spesifikasi itu sudah cukup lumayan untuk menemaniku dalam berkarya.

Menurut pengurus lelang, jika komputer itu tak bisa dinyalakan, uang akan dikembalikan. Rasa penasaran untuk mencoba, begitu menggebu. Komputer bekas itu sudah ku tata rapi di ruang kamarku. Namun aneh, ketika aku menghidupkan power CPU, bukan suara mesin yang mendengung, namun suara rintihan sendu yang terdengar begitu lirih. Aku tak mempedulikannya.

Rasa aneh muncul ketika monitor mulai menyala. Bbukan sebuah sistem operasi yang muncul, melainkan sebuah film yang langsung bercerita tentang penyiksaan seorang laki-laki terhadap wanita. Laki-laki tersebut terus mencambuki perempuan yang sudah berlumuran darah. Tak berhenti di situ saja, pria sadis itu menguliti hidup-hidup korbannya. Penyiksaan itu difilmkan langsung agar tersimpan di sebuah memory komputer, tak jauh dari tempat penyiksaan.

Tak lama, korban penyiksaan itu tewas kehabisan darah, dan pria itu tertawa dengan begitu puas. Anehnya si pria tiba-tiba menghilang dari film. Hanya terlihat mayat wanita yang sudah kehilangan seluruh kulitnya.
Dan seperti mimpi, tiba-tiba aku berada di dalam ruangan yang bukan kamarku lagi. Ruangan tersebut tak berbeda jauh dari tempat penyiksaan pada film yang aku lihat tadi. Berdiri pula pria yang menyiksa wanita secara sadis tadi di sampingku. ia hanya berkata "kamu lah korbanku berikutnya".

Dadangman Penghuni Surga

Senin, 03 Januari 2011

Dendam Sumiyati

Dengan sepeda onthel kesayangannya Parno bergegas pulang usai memijat langganannya di kawasan menoreh sampangan. Dirinya ingat pesan ibunya untuk segera pulang karena malam ini malam jum'at kliwon. Saat mengayuh sepedanya dan memasuki kampung pohon bambu itu tiba tiba tumbang di depannya, padahal cuaca malam ini begitu cerah dan banyak bintang. Parno yang mengendari sepeda onthel langsung berhenti mengamati pohon yang tumbang tersebut. 

"Ada yang gak beres nih ujar parno sambil mengeluarkan golok dari balik bajunya. "Eh jangan macam macam yaa," gertak parno dengan nada tinggi. Namun suara parno yang keras berubah pelan dan bergetar, ketika sekelebat bayangan putih berayunan diatas pohon bambu tersebut.."Hiiii hiiiii hiiii hiiii hiiiii hiiii", melihat penampakan hantu yg menjadi bahan perbincangan warga kalialang gunung pati. 

Hantu yang menyerupai sumiyati warga desa yang tewas dalam keadaan hamil ini,berubah menakutkan. Bagian perut nampak menganga dan berdarah, matanya melotot penuh dendam, sedang suara tangis berasal dari bayi yang selalu digendong di punggung. Melihat parno ketakutan makhluk tersebut semaikin tertawa keras memecah malam jum'at kliwon. Beruntung Parno dalam ketakutanya masih bisa lari menghindari teror kuntilanak. 

Dari cerita berkembang Sumiyati tewas dalam keadaan hamil, tubuhnya tergantung di pohon bambu, sedngkan perut nya berlobang dan janin bayi yang berusia 6 bulan juga ikut tewas terjerat usus hingga kini kematian sumiyati masih menjadi misteri se misteri penampakanya di setiap malam Jum'at Kliwon.

Mahakarya Kadek

Gery seorang wartawan surat kabar hendak meliput kegiatan Kadek, seorang seniman ukiran kayu terkenal di sebuah desa terpencil. Setelah melewati perjalanan jauh, Gery berhasil menemui Kadek. Kadek mengakui, Gery lah wartawan pertama yang meliput kegiatannya. Kemudian, Gery meminta Kadek untuk menunjukkan studionya dan beberapa karyanya untuk dipotret. Sebagian karya pahatan Kadek berbentuk patung manusia.  Semua detail pahatan kayu hasil karya Kadek begitu luar biasa mendekati aslinya.

Keesokan  harinya, sebelum Gery mencetak foto-foto hasil liputannya, dia hendak mengeditnya di komputer. Tapi dia tidak menemukan hasil jepretan pahatan kayu karya Kadek sedikitpun, tapi yang tertangkap oleh kamera hanyalah foto-foto tubuh manusia yang terbujur kaku dan berlumuran darah memenuhi studio Kadek.

Kulit-kulit mereka membusuk mengelupas tersayat-sayat oleh alat pemahat kayu yang tajam. Bola-bola mata mereka menyembul keluar dan mulut mereka menganga seolah meneriakkan sesuatu. Gery juga menemukan satu foto yang merekam gambar Kadek yang sedang asyik memahat kulit tubuh sesosok manusia yang  terlihat berusaha melepaskan diri dari siksaan Kadek. 

Demi Nyai

Penulis itu sudah berhari-hari resah. Mondar-mandir, menenggak alkohol dan kopi, tetap tak mengasilkan ide. Ia ingin membuat karya  yang terbaik sejak 20 tahun menekuni dunia sastra. Buku yang telah dia hasilkan fiksi tentang cinta dan cinta. Demi pasar, katanya.

Ia ingin sesuatu yang berbeda untuk buku berikutnya. Ia ingin mengalami sendiri, karena sebelumnya mengadaptasi dari cerita orang lain atau kisah teman. Memang, beberapa waktu lalu dia baru saja patah hati ditinggal kekasih. Hanya masalah sepele, dia menolak permintaan pacarnya untuk dibelikan hp blackberry.

Pisau dapur itu telah digenggam. Sementara tangan kanannya bersiap untuk mengetik. Ia torehkan pisau berkarat itu di kakinya. Sedikit demi sedikit darahnya mengucur, sementara itu ia tuliskan rasa sakitnya. Paragraf berikutnya selesai. Lantas ia potong kedua kaki. Saat darahnya muncrat tak terkendali, ia terus mengetik.

Mengerang kesakitan seraya menyayat tangan kanan dan menghunuskan ke ulu hati. Sebelum kehabisan darah, ia harus memutuskan kata terakhir. Sayang, ia tergeletak tak sadarkan diri dengan mata terbelalak. Puisi yang terakhir kali itu tak terselesaikan, yang berjudul "Demi Nyai, ku Rela Mati".

Garna Raditja

Sabtu, 01 Januari 2011

Kembang Api

Malam sebelum tahun baru. Rerintik hujan membasahi jalanan. Muda-mudi bersiap pergi tanpa rencana, yang penting bisa ketawa-ketiwi serasa esok tak pernah ada. Pekerja merapikan kembang api yang akan meletus di tengah malam. Dengan penuh harap, air hujan tak membasahi sumbu supaya warga senang dengan percikan api di bawah awan meski hanya akan habis pada belasan menit.

5,4,3,2,1...terompet pun berbunyi. Semua histeris menyambut tahun 2011. Para pemantik api berdoa, api yang berpijar memancarkan ceria dari para warga yang menyaksikan letusan penuh harapan.

Belasan menit berlalu. Semua terperangah dengan liuk api yang menari dan warna-warni. Terus meletus dan tak berhenti. Warga keheranan, kembang api tak mati-mati. Dua jam terlewati, tetap saja api mewarnai langit. Mereka ketakutan dan ingin segera pulang setelah menyaksikan keanehan.

Seluruh langit di muka bumi penuh asap. Kembang api terus berpijar dengan bunyi letusan yang menggelegar. Hingga tahun berganti sejak tahun ini, kembang api itu menyala tak berhenti.

Garna Raditja

Pria Kesepian

Sepulang kerja lembur, Rod bersiap untuk malam yang dinanti. Dia berencana untuk menghabiskan malam tahun baru sendiri di Simpang Lima. Pakaian perlente dan wangi, berharap dapat kenalan baru, pikirnya.

Seraya memakai sepatu Dr Martin, ia membayangkan penuh kembang api dan terumpet yang membahana dimana-mana. Pukul 23.00 ia sengaja berjalan untuk menuju keramaian yang tak jauh dari rumahnya.

Menyusuri gang dengan rintik hujan, kepalanya berteduh di topi pancing yang dikenakan. Tak ada orang di jalanan, sepi. Ia melanjutkan jalan kakinya hingga simpang lima. Senyap dan pikirannya semakin tak karuan.

Tepat pukul 00.00, suara kembang api memecah kesunyian. Terumpet memekakkan telinganya, namun dia semakin bingung karena tak ada siapapun di tengah kota itu. Sambil berlari ketakutan, ia terpeleset jatuh tak sadarkan diri.

Saat siuman di pagi hari, ia berada di tengah Simpang Lima. Melihat sampah-sampah bertebaran tetapi tetap tak terlihat satu orang sekalipun.


Garna Raditja