Senin, 15 Agustus 2011

Bangjo Tanpa Lampu Hijau


Boy, adalah seorang pembalap liar. Masih muda, baru berusia 18 tahun dan suka mencari jalan raya yang lengang untuk ditakluknya. Hidupnya penuh resiko dengan kebiasaaan mengendarainya yang mengancam nyawa, tapi baginya itu adalah biasa.

Suatu ketika, malam itu tampak ramai meski hari biasa. Ia melintasi bundaran Tugu Muda. Ia dengan sepeda motor RX Kingnya pun menderu debu-debu jalan, dan terhenti di Bangjo. Saat berhenti, penunjuk waktu bangjo menunjukkan 100 detik. Hal itu membuatnya harus menenangkan diri untuk sementara. Sambil melamun, ia mengamati pemakai jalan lain yang juga tampak tenang, hilir mudik kendaraan masih riuh. Ia sambil memeriksa ponselnya dan sesekali melihat stopwatch tersebut.

Waktu  masih menunjukkan angka detik ke 67. Padahal ia merasa sudah hampir 1 menit lebih. Tapi pemakai jalan yang lain sepertinya juga sedang menunggu dengan tenang.  Ia semakin kesal, mungkin hanya perasaannya. Sambil memandangi layar ponselnya, ia menengok lagi dan sekitarnya. Ia terperanjat, detik menunjukkan angka 89. Dengan kebingungan, mencoba untuk menerabas tetapi lalu lintas begitu padat.

Boy kemudian iseng bertanya pengendara disebelahnya. "Pak, penunjuk waktu itu tidak rusak kan? kok sepertinya lama ya, padahal ini sudah melewati 3 menit," tanyanya. Matanya memandang kosong sambil menjawab. "Tidak anak muda, angka awal 100 itu bukan menit, tapi tahun."

Bosan dengan keadaannya, ia pun nekat menerabas dengan kencang laju kendaraan laiknya seorang pembalap. Tiba-tiba ia terpaksa berhenti karena didepannya arus lalu lintas padat, ia terhenti lagi di bangjo yang sama.

Garna Raditja

Tidak ada komentar:

Posting Komentar