Drum n' bass berdegub kencang mulai sayup-sayup lantaran kami menjauh dan terlibat percakapan yang menyenangkan.
"Aku tidak suka keramaian, hanya memenuhi undangan teman saja. Kamu bersama?" Tanyaku dijawab topik lain, tetapi tetap bergulir. Pesta ini membiarkan orang asing saling kenal. Tapi, kami seperti sudah berteman bertahun-tahun. Dini hari, tepat gerhana bulan berakhir berotasi tampaknya ia bergelagat ingin pergi. Aku berusaha mempertahankan percakapan ini.
"Ada yang menunggu?"
"Iya, mungkin aku sekarang telat. Apa boleh buat?"
Ah, mungkin memang dia sudah berkeluarga. Atau bersama pasangannya di sudut rumah minimalis ini. Tampaknya ia tidak semuda itu. Aku mulai disergap beribu pertanyaan.
"Mungkin, tinggalkan nomor telponmu, semoga kita bisa bertemu atau email atau bisa tahu nama lengkapmu?" Harapku kian cemas. Tak kunjung dibalas jawaban.
Blazer hitam yang dipakainya kian tak terlihat, ia mundur pelan mengaba cium jauh dari tangan dan menghilang memasuki pintu. Sebuah cahaya kedap kedip dari kejauhan. Dia menaiki pesawat yang tertutup dedaunan. Itu terakhir aku melihatnya. Sepertinya dia memang makhluk asing.